Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia

Dewan Pertimbangan Agung Kembali diperbincangkan masyarakat, Dikutip dari Kompas, pasalnya Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah resmi menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi usul inisiatif DPR dan dibawa ke paripurna untuk persetujuan. Nantinya, ketika sudah disahkan, Dewan Pertimbangan Presiden akan berubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung.

Pengambilan keputusan ini berlangsung di ruang rapat Baleg DPR RI, Kompleks DPR/MPR, Jakarta, pada Selasa (9/7/2024). Tak ada fraksi yang menolak terkait Revisi UU tentang Wantimpres.

Dewan Pertimbangan Agung (disingkat DPA) adalah lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 45 sebelum diamendemen yang fungsinya memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden.

DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 45 sebelum diamendemen. Ayat 2 pasal ini menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 disebutkan bahwa DPA berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah.

Sejarah

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta ke seluruh dunia, lahirlah negara Republik Indonesia. PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi dasar lahirnya lembaga Dewan Pertimbangan Agung.

Pada saat pembicaraan tentang susunan ketatanegaraan oleh BPUPK, lembaga DPA tidak banyak dipersoalkan sehingga tidak diketahui pemikiran yang melandasi pembentukan BPUPK.

Dalam penjelasan UUD 1945, diadakannya perbandingan dengan Council of State menimbulkan dugaan bahwa Panitia Kecil dari Panitia Perancang Hukum Dasar mencontohi Raad van State di Belanda atau Raad Van Indie di Nederlandsch-Indie. Diantara para pembentuk negara pada masa itu (founding fathers), ada pendapat bahwa penasehat ketataprajaan dalam tata masyarakat sepenuhnya sesuai dengan adat bangsa Indonesia, yang mengenal adanya Dewan Sesepuh.

Mengenai DPA yang diatur dalam pasal 16 UUD 1945 secara sumir itu, bila mengikuti aliran pikiran ketatanegaraan berdasarkan susunan dan kepribadian masyarakat Indonesia sendiri, maka DPA dapat diartikan sebagai badan yang terdiri dari warga-warga berpengalaman lama dan luas tentang kemasyarakatan dan kenegaraan untuk memberi nasehat kepada Kepala Negara. Bentuk demikian tercermin dalam komunitas-komunitas unit terkecil yang menjalankan pemerintahan dengan kekuasaan riil tetapi berdasarkan permusyawaratan. Dalam tugas eksekutifnya, kepala komunitas tersebut didampingi oleh kaum berpengalaman.

DPA dibentuk pada 25 September 1945. Pembentukan DPA pada masa itu tidak dengan Undang-undang tetapi dilakukan melalui Pengumuman Pemerintah yang dimuat dalam Berita Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1945. Pengumuman Pemerintah yang dikeluarkan pada 25 September 1945 oleh Presiden Soekarno itu merupakan keputusan pembentukan DPA untuk kali pertama yang memuat tentang pengangkatan sementara para anggota DPA sebanyak 11 orang.

Berdasarkan Pengumuman Pemerintah itu, diangkat 11 anggota DPA yaitu R. Margono Djojohadikusumo sebagai Ketua dengan 10 anggota diantaranya adalah dr. KRT Radjiman Widiodiningrat, Syekh Djamil Djambek, H. Agus Salim, KRMT H. Wurjaningrat, H. Adnan Moh, Enoch, dr. Latumeten, Ir. Pangeran Moch. Noor, dr. Soekiman Wirjosandjojo, Ny. Soewarni Pringgodigdo. Tidak banyak yang dikerjakan DPA pertama ini. Ketika sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer, keberadaan DPA menjadi tidak berarti. Walau tetap eksis sampai pada 1949 tetapi nasib DPA sebagai lembaga konstitusional menjadi terpuruk.

Periode berikutnya posisi DPA makin tidak jelas. Kondisi ini berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret 5 Juli 1959. DPA Sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959, 22 Juli 1959. Ketuanya dirangkap oleh Presiden Soekarno. DPA definitif baru muncul pada 1967 melalui UU No. 3 Tahun 1967 yang disahkan pejabat Presiden Soeharto.

Berdasarkan UUD 45 yang telah diamendemen, lembaga ini dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135 /M/ 2003 pada tanggal 31 Juli 2003.

Wacana Kembalinya DPA RI

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas mengakui, revisi UU Wantimpres mengubah nomenklatur wantimpres menjadi DPA. Namun demikian, menurutnya, tidak ada fungsi yang berubah.

Lebih lanjut, Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa DPR membebaskan presiden untuk menentukan jumlah keanggotaan DPA termasuk menetapkan ketuanya. Hal ini berbeda dengan UU Wantimpres yang ada saat ini mengatur keanggotaan Wantimpres mencapai 8 orang.

Ia menjelaskan alasan jumlah anggota DPA tak dibatasi agar presiden memiliki ruang gerak yang luas. Ia percaya presiden nantinya akan memilih anggota secara selektif.

Penulis : Youris Setyo, S.A.P.